Minggu, 26 Desember 2010

LINUX DAN OPEN SOURCE

A. Alasan melakukan migrasi ke linux dan FOSS (Free and Open Source Software)

1. Faktor Keamanan (Security), aspek keamanan telah mendorong banyak organisasi publik untuk bermigrasi, atau mempertimbangkan untuk migrasi, dari Windows ke solusi FOSS. Lembaga pajak dan kepabeaan Perancis migrasi ke Red Hat Linux secara besarbesaran karena alasan keamanan ini.
2. Faktor Ketersediaan/Kestabilan (Reliability /Stability) , Sistem FOSS sangat dikenal dengan kestabilan dan ketersediaannya (tidak mudah hang atau minta restart)
3. Faktor Standar Terbuka dan Tidak Bergantung Vendor, Standar terbuka memberikan fleksibilitas dan kebebasan kepada pengguna, baik individu, perusahaan, atau pemerintahan. Pengguna dapat berganti paket software, berganti platfrom, atau vendor yang berbeda, tanpa menimbulkan masalah. Standar proprietary yang biasanya bersifat rahasia mengunci pengguna untuk menggunakan software hanya dari sebuah vendor. Alasan utama menentang implementasi proprietary software di sektor publik adalah ketergantungan terhadap vendor software tersebut.
4. Faktor Pengurangan Ketergantungan terhadap Produk Impor, alasan utama yang mendorong negara-negara berkembang untuk mengadopsi sistem FOSS adalah biaya lisensi yang sangat besar jika memilih perangkat lunak proprietary. Karena secara virtual perangkat lunak proprietary di negara berkembang adalah impor. Belanja perangkat lunak itu akan menghabiskan mata uang berharga dan cadangan devisa. Cadangan devisa ini lebih dapat digunakan untuk mensupport pengembangan FOSS yang lebih berorientasi jasa dan hanya dikeluarkan untuk bisnis dalam negeri, tidak harus menggunakan perusahaan multinasional. Ini berdampak positif terhadap masalah tenaga kerja, investasi dalam negeri, pemasukan dari pajak, dan lainlain
5. Pengembangan Perangkat lunak Lokal , karena kebebasannya untuk dimodifikasi dan didistribusikan. Pendekatan pengembangan FOSS tidak hanya memfasilitasi inovasi tapi juga penyebaran hasil inovasi itu secara besarbesaran .
6. Bahasa dan Budaya Local (Localization), Lokalisasi merupakan salah satu bidang yang membuat FOSS bersinar karena keterbukaannya. Pengguna dapat mengubah FOSS agar sesuai dengan kebutuhan budaya lokal, termasuk sesuai dengan skala ekonominya.
7. Alasan memasang Linux karena ingin aman dari virus, maka single boot pilihan yang saya sarankan. Demikian pula jika alasan memasang Linux karena ingin terbebas dari software bajakan dan virus, maka single boot adalah pilihan tepat. Alasan tidak ingin membajak software ini muncul biasanya karena pengguna komputer atau lembaganya tidak mampu atau tidak mau membeli lisensi software yang mahal. Keputusan memilih Linux dan FOSS dibuat karena ingin menghemat biaya lisensi di satu sisi, dan ingin taat hukum di sisi lain.
8. OOS Bukan Hanya terjangkau dari harga saja
Delapan pemerintah kota di Belanda telah menandatangani Manifest van de Open Gemeenten (Manifest of Open Government). Manifesto ini menyatakan bahwa, sistem teknologi informasi berikut pengadaannya di lingkungan pemerintah harus dilandasi oleh semangat Open Source dan Open Standard. Manifesto ini memang tidak secara eksplisit menyatakan pelarangan penggunaan proprietary software dalam tender. Manifesto ini menekankan strategi pengembangan OSS pada empat aspek keterbukaan (openness) sebagai berikut:
  1. Supplier Independence. Aspek ini memungkinkan pemerintah terlepas dari ketergantungan terhadap sebuah perusahaan/vendor tertentu dalam suatu tender.
  2. Interoperability. Pertukaran dokumen harus dapat dilakukan tanpa batas. Dokumen tersebut dapat diakses tanpa diharuskan menggunakan jenis perangkat lunak tertentu.
  3. Transparency and Verifiability. Pemerintah harus dapat mengaudit perangkat lunak yang digunakan, apakah sudah mendukung faktor pengamanan yang dibutuhkan.
  4. Digital Durability. Dokumen harus selalu dapat terbuka kapan pun, tanpa mengenal batas waktu.
Dan Jerman memiliki beragam inisiatif dalam implementasi OSS. Sebagai contoh, The German Bundestag menggunakan Linux pada 150 server-nya. Lalu, Pemerintah Munich berencana untuk mengganti sistem operasi untuk 140.000 desktop-nya ke Linux, kendati ada iming-iming potongan harga dari Microsoft. Kepolisian negeri ini juga telah melakukan migrasi bagi 110.000 kliennya ke Linux.
Yang menarik untuk dicermati, ternyata harga tidak selalu menjadi alasan dalam melakukan migrasi komputer ke Linux. Menteri Dalam Negeri Jerman, Otto Schilly, mengatakan: “Kita meningkatkan keamanan komputer dengan mencegah terjadinya monoculture dan menekan ketergantungan terhadap single supplier.”
9. Free Sofware yang tidak sama dengan Freeware
Munculnya “Shared Source” dimulai dari gugatan pemerintah Cina untuk tidak memakai Windows bukan karena alasan harga, tapi karena alasan “closed source” nggak bisa diaudit. Microsoft ngalah, lalu mereka rilis source-code Windows ME untuk pemerintah Cina saja.
Jadi “Microsoft Shared Source” itu :
1. You can look but you can’t touch. Melanggar konsep Freedom 1.
2. Hanya negara tertentu yang bisa melihat. Melanggar konsep Freedom 2 dan Freedom 3.
B. Keuntungan Melakukan Migrasi
  1. Biaya Investasi
  • Biaya lisensi untuk perangkat lunak, nol atau sangat rendah (karena masih ada biaya distribusi perangkat lunak).
  • Perangkat keras: berbeda dengan penggunaan proprietary software, yang mensyaratkan spesifikasi perangkat keras tertentu, OSS tidak terlalu bergantung pada jenis perangkat keras tertentu. Pasalnya OSS dapat beroperasi pada PC standar dan berbagai platform perangkat keras.
  • Pengeluaran biaya tertuju pada perawatan (maintenance) sistem OSS.
  1. Kualitas dan Kinerja
  • Kualitas program dibuat dengan memperhatikan reliabilitas dan kinerja yang terkait dengan keseluruhan sistem yang digunakan. Dengan hasil peer review yang diperoleh dari para programmer, kualitas dan kinerja OSS dapat selalu ditingkatkan.
  • Fleksibilitas Sistem: Perubahan requirement (baik perangkat lunak atau perangkat keras) pada OSS tidak akan terlalu berpengaruh terhadap sistem yang digunakan. Hal ini sangat berbeda dengan proprietary software, ketika requirement penyusun sistem berubah maka perangkat lunak yang digunakan harus diganti atau diperbaharui (update). Perangkat lunak yang berbasis open source lebih fleksibel digunakan tanpa terpengaruh oleh perangkat keras atau perangkat lunak lain pada sistem.
  1. Keamanan
  • Dengan menggunakan OSS, faktor keamanan (security) selalu dapat ditingkatkan. Pasalnya, akses pada source code yang terbuka akan memudahkan pendeteksian kerusakan sistem, sehingga bisa langsung diperbaiki.
  1. Lokalisasi
  • Pengembang dapat memodifikasi program sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sekitar, contohnya translasi Linux ke dalam suatu bahasa tertentu.
  • Meningkatkan kapasitas pengembang perangkat lunak lokal.
  1. Independensi (kebebasan)
  • Berkurangnya ketergantungan terhadap suatu vendor perangkat lunak.
  1. Free Lisensi
  • Setiap individu, instansi, lembaga, ataupun perusahaan tidak memiliki pilihan lain kecuali membayar lisensi software jika tidak mau berhenti menggunakan komputer. Atau ada yang masih nekat menggunakan software bajakan dengan jantung berdebar-debar berharap tidak disweeping. Namun kini pilihan itu sudah ada di depan mata. Dengan dukungan jasa professional yang menyediakan bantuan Setup, Training, dan Technical Support membuat semua pihak terutama perusahaan dapat melakukan migrasi. Pengambil keputusan tinggal mempertimbangkan dan menghitung perbandingan biaya yang dikeluarkan, keamanan data dari serangan virus, dan training yang diberikan dibandingkan membayar lisensi.
C. Kendala yang dihadapi di lapangan dan upaya menegakkan HAKI di Indonesia
Kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan Hak akan Kekayaan Intelektual ini adalah masalah penegakan hukum, di samping masalah-masalah lain seperti kesadaran masyarakat terhadap HAKI itu sendiri dan keadaan ekonomi bangsa yang secara tidak langsung turut menyumbang bagi terjadinya pelanggaran itu. Akibat dari maraknya pembajakan VCD ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, baik dari dunia Internasional maupun pada masyarakat Indonesia sendiri. Pengenaan sanksi oleh masyarakat Internasional merupakan suatu kemungkinan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sementara pengaruh dari VCD bajakan terhadap masyarakat jugasangat luas, seperti rusaknya moral masyarakat sebagai akibat dari tidak adanya sensor bagi VCD bajakan itu serta menurunnya kreativitas dari para pelaku di bidang musik dan film nasional.
Penegakan Hukum HKI Di Indonesia
Kejahatan dalam bidang Hak dan Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan kejahatan yang terus berlangsung di negeri ini. Berbagai macam produk menjadi sasaran empuk. Hal ini terlihat dari luasnya peredaran VCD illegal serta berbagai pemalsuan barang-barang konsumen (consumers goods) dan aksesoris seperti pakaian, sepatu, parfum, jam tangan dan lain sebagainya. Kejahatan itu bukan saja semakin marak, tetapi kian canggih karena para pemalsu menggunakan teknologi modern yang mempermudah kegiatan ilegalnya. Sangat penting melihat latar belakang dan alasan terjadinya pemalsuan dan pembajakan itu. Disinyalir ada sejumlah perusahaan yang mengimpor produk palsu dengan menggunakan merek terkenal luar negeri. Juga diduga pelaku pembajakan VCD, CD dan DVD bukan lagi individu. Sudah berupa perusahaan dengan omzet pemasaran yang sangat besar dan jaringan sangat luas. Di samping itu ada kecenderungan masyarakat saat ini membeli produk dengan merek terkenal yang bukan asli. Alasannya harganya yang sangat murah dibanding produk aslinya, DVD bajakan diburu oleh pencinta film karena lebih cepat menghadirkan film-film atau album musik terbaru. Film-film yang belum diputar di bioskop pun sudah bisa dibeli di Mangga Dua. Adapun soal kualitas gambar dan suara, memang kadang untung- untungan. Tetapi sekarang banyak CD dan VCD bajakan yang mempunyai kualitas gambar dan suara lumayan baik. Soal suara bahkan bisa diakali dengan menggunakan piranti sistem tata suara yang baik. Lebih detailnya, berikut petikan mengenai komentar dari masyarakat konsumen menggunakan produk bajakan tersebut : “Selama barang bajakan ada dan harganya jauh lebih murah, ya kami mencari DVD bajakan saja. Toh, gambar dan suaranya tidak jauh berbeda kualitasnya,” kata seorang pembeli DVD bajakan yang mengaku hampir setiap minggu memburu DVD bajakan yang baru, tanpa rasa bersalah. Sementara itu, CD piranti lunak komputer bajakan masih bebas diperdagangkan di toko- toko resmi. Piranti lunak dijual dengan harga Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per keping. Mulai dari Encarta Encyclopedia 2004, pelajaran bahasa asing, sampai program komputer paling mutakhir. Seorang karyawan toko piranti lunak bajakan tidak yakin pemerintah akan berhasil membersihkan pusat perbelanjaan dari barang bajakan. “Biasanya sih cuma ’hangat- hangat tahi ayam’. Awalnya bersemangat, setelah itu loyo. Lha, siapa yang mau membeli software asli yang harganya jutaan rupiah? Apalagi kalau setiap tahun berubah?” katanya.
Masyarakat lebih memilih merek asing dengan harga murah tanpa memikirkan kualitas produk dan kerugian ekonomis jangka panjang sebgai konsekuensinya. Kelompok generasi muda merupakan korban terbesar dari konsumen ta tertipu. Walaupun mereka sadar, bahwa produk yang mereka beli bukan asli. Hal ini kemungkinan besar karena apresiasi masyarakat terhadap HKI masih rendah. Dengan banyaknya hasil karya yang dibajak dan besarnya kerugian yang telah diderita baik oleh pencipta, industri (pengusaha) maupun pemerintah, kita melihat ada sesuatu yang tidak berjalan dalam system perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual kita.
Sistem HKI merupakan kombinasi peran antara penemu/pencipta (inventor), pengusaha (industri) dan pelindung hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem HKI dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI adalah akibat kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat, yang antara lain disebabkan karena : Pertama, penegakan hukum - Sebagai salah satu penyebab maraknya pembajakan VCD adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak akan Kekayaan Intelektual menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang HKI. Selama ini penegakan hukum atas pembajakan VCD yang terjadi hanyalah upon request dan Cuma sporadic saja. Hal ini menunjukkan tidak adanya goodwill pemerintah.
www.primaironline.com



Begitu maraknya penjualan VCD bajakan, bahkan terkadang dilakukan di depan hidung aparat, tentunya hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Penegakan hukum di bidang hak cipta harus dilakukan secara serius dan efektif. Pelanggaran HKI ini merupakan delik biasa, namun saat ini jelas ada sikap permisif atau bahkan imunity kalangan penegak hukum atas pelaku pelanggaran HKI. Sikap yang paling berkompeten di bidang penegakan hukum atas HKI di Indonesia sampai saat ini masih sering terjadi saling lempar tanggung jawab. Polisi misalnya sering dihadapkan pada kondisi dimana si pelaku pelanggaran HKI justru memiliki izin untuk menjalankan usaha menggandakan VCD. Namun karena order sangat kurang, mereka menggandakan juga VCD secara illegal.
Untuk itu polisi meminta Depperindag melakukan pengawasan terhadap izin usaha yang telah dikeluarkan, sementara Depperindag sendiri tidak bisa memenuhi permintaan polisi karena tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan atau penyelidikan. Penyebab lainnya yaitu kadar pengetahuan dan jumlah aparat penegak hukum di bidang HKI masih belum memadai. Masih sedikit anggota Polri yang memiliki pengetahuan dan memahami tentang HKI dan dengan keterbatasan itu memungkinkan terjadinya “main mata” antara penegak hukum dan pelanggar HKI. Penegakan hukum di bidang HKI tidak dapat hanya tergantung pada satu pihak saja. Sebagai satu kesatuan kerja, seluruh instansi terkait turut bertanggung jawab dan memberikan dukungan yang optimal sehingga penegakan hukum di bidang HKI ini menjadi efektif.
Kedua, kesadaran masyarakat - Kesadaran hukum masyarakat Indonesia terhadap Hak akan Kekayaan Intelektual masih belum maksimal, dalam arti banyak kerugian yang ditimbulkan karena masyarakat sendiri sebenarnya belum banyak yang memahami bagaimana sistem HKI berjalan. Sebagai contoh misalnya dalam prosedur pendaftaran, prinsip pendaftaran suatu karya intelektual adalah first to file (siapa yang mengajukan pertama kali dialah mendapatkan perlindungan), masyarakat belum mengetahui benar mengenai hal ini. Di samping itu juga bahwa hasil karya intelektual harus didaftarkan untuk kemudian diumumkan, sehingga orang lain akan mengetahuinya. Tidak jarang pemohon suatu karya intelektual ditolak karena karya tersebut tidak memiliki nilai orsinil, dan tidak jarang pencipta kehilangan haknya karena terlambat mendaftarkan hasil karyanya itu. Oleh karenanya masyarakat harus diberikan pemahaman sedemikian rupa agar menyadari hak dan kewajibannya. Pemahaman di sini termasuk didalamnya penegakan hukumdan perlindungan hukum yang menjadi satu kesatuan yang utuh. Pemberian pemahaman kepada masyarakat ini dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memahami masalah perlindungan dan penegakan hukum di bidang HAKI, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kerjasama antara masyarakat, pemerintah serta industri dan diharapkan juga suatu saat nanti tidak terjadi lagi pembajakan dan pelanggaran lainnya.
Ketiga, keadaan ekonomi - Terpuruknya situasi ekonomi yang buruk yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini, secara tidak langsung telah ikut mendorong terjadinya pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual. Lesunya kegiatan ekonomi menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan serta meningkatkan pengangguran. Akibatnya, keadaan ini dijadikan alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasaran dari VCD itu.
Aparat penegak hukum sering kali dihadapi pada keadaan dimana tindakan pelaku pelanggaran Hak Cipta dilakukan semata-mata hanya untuk menghidupi keluarganya. Hal semacam ini membuat ragu bagi para aparat untuk melakukan tindakan yang tegas.
Situasi ekonomi seperti ini juga menyebabkan timbulnya “dilema pasar”, dimana secara ekonomis, konsumen akan selalu mencuri barang yang paling murah. Dilema pasar ini bila dihadapkan dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sedang lemah akan mendorong masyarakat untuk tidak menghiraukan lagi apakah barang yang dibeli itu asli atau bajakan.
Bagi mereka membeli VCD bajakan sudah menjadi hal yang biasa, dan mereka dapat melakukannya dengan bebas tanpa rasa takut, rasa bersalah ataupun rasa malu lagi. Dan ketika itulah sebagian orang ada yang berpikiran buruk dengan niat meraup keuntungan secara mudah lewat cara yang tidak jujur. Memang sejumlah Undang-undang di bidang HKI sudah dirampungkan. Misal UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Bahkan ketentuan bidang HAKI pun diperkuat UU No. 30, 31, 32 Tahun 2000 masing-masing tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Sirkuit Terpadu.
Sangat disayangkan bila upaya serius pemerintah jadi kurang bermakna karena penegakan hukumnya tak dapat dipertanggungjawabkan. Kita sering mendengar polisi menggerebek pelaku kejahatan HKI, berapa banyak kasusnya yang ke Pengadilan? Seberapa berat hukuman yang dijatuhkan hakim baik pidana maupun perdata ? Peran Hakim dan lembaga peradilan tak kalah penting dalam menegakkan perundang-undangan HKI. Para pelaku dalam kejahatan HKI sebaiknya diproses optimal di persidangan, sehingga jera dan kasus tersebut bisa menjadi contoh baik bagi para calon penjahat yang merencanakan kejahatan HAKI agar mereka berpikir matang tentang konsekuensi hukumannya sebelum bertindak.
Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-undang yang melindungi Hak akan Kekayaan Intelektual dan turut menandatangani Perjanjian TRIPs, namun pelaksanaannya masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Sebagai contoh hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya peredaran VCD bajakan, yang merupakan salah satu dari karya intelektual manusia. Begitu maraknya pembajakan VCD di Indonesia mempunyai dampak negatif serta menimbulkan berbagai persoalan seperti citra buruk Indonesia di dunia internasional dan ancaman mendapat sanksi dari dunia internasional, menurunnya semangat berkreasi dari kalangan dunia seni, serta tidak kalah pentingnya merosotnya moral masyarakat yang disebabkan tidak adanya sensor dari VCD bajakan yang beredar. Lemahnya upaya penegakan hukum di bidang HKI, kesadaran masyarakat yang masih sangat kurang dan keadaan ekonomi yang sulit yang tengah dihadapi bangsa ini, merupakan sebagian kendala yang dihadapi dalam upaya penegakan sistem HKI di Indonesia. Banyak kalanganmenilai bahwa hukum yang berlaku di Indonesia belum mampu untuk meminimalisasi terjadinya tindakan-tindakan illegal dan melanggar hukum yang dilakukan oleh para kriminal, walaupun sebenarnya perangkat hukum yang dilakukan oleh para kriminal, walaupun sebenarnya perangkat hukum yang ada sudah memadai, tetapi ketegasan dan motivasi yang kuat dari pemerintah maupun aparat keamanan penegak hukum masih dinilai sangat minim untuk mencegah terjadinya kejahatan atas pelanggaran Hak Cipta, khususnya pembajakan VCD.
Dengan demikian, penulis menyarankan hakim-hakim yang menagani perkara-perkara HKI di Pengadilan Niaga sekarang ini, mempunyai keberanian untuk melakukan pembaruan hukum melalui putusan-putusannya. Guna mencegah atau meminimalisasi terjadinya tindakan pelanggaran hak cipta khususnya VCD, Pemerintah melalui aparat keamanan dan/atau penegak hukum harus bersama-sama dengan penuh ketegasan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan perangkat hukum yang telah ada, menindak tegas pelaku-pelaku dengan hukuman yang berat, sehingga mereka tidak akan melakukannya lagi. Begitu pula dengan peraturan di bidang HKI perlu adanya upaya dari semua pihak baik dari aparat penegak hukum, kalangan industri, insan seni maupun masyarakat untuk bersama-sama menegakkan hukum secara Sungguh-sungguh. Situasi ekonomi yang terpuruk tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan pembenaran terhadap tindakan pembajakan VCD. Karenanya perlu diberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai penegakandan perlindungan hukum di bidang HKI. Guna memerangi pembajakan VCD juga dapat dimulai dari masyarakat itu sendiri, salah satunya dengan cara memboikot produk bajakan. Karenanya disarankan kepada seluruh masyarakat untuk tidak membeli VCD bajakan dan memberikan informasi kepada aparat jika ada tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh segelintir orang, karena masyarakat juga mempunyai tanggung jawab moril terhadap pengamanan dan kelestarian kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dalam bidang seni.

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14
:15 :16 :17 :18
:19 :20 :21 :22
:23 :24 :25 :26
:27 :28 :29 :30
:31 :32 :33 :34
:35 :36 :37 :38
:39 :40 :41 :42
:43 :44 :45 :46
:47 :48

Posting Komentar